Jakarta, Mitra7.com – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang sekaligus merupakan adik kandung Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka pasang badan membela kakaknya terkait adanya desakan penggantian Gibran dari jabatan Wapres RI oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Adapun sebelumnya Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mendeklarasikan pernyataan delapan sikap yang menghebohkan. Dimana salah satu dari delapan point pernyataan tersebut adalah usulan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) agar mengganti Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI.
Kaesang menilai bahwa usulan yang diajukan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI agar mendesak penggantian Wakil Presiden RI, Gibran itu menyalahi konstitusi. Karena menurut Kaesang, Gibran terpilih menjadi Wakil Presiden RI setelah melalui proses yang diatur oleh konstitusi.
Dia mengatakan, “Secara konstitusi, Presiden dan Wakil Presiden kan sudah dipilih langsung oleh masyarakat”, ujarnya saat bertemu walikota Surabaya, Eri Cahyadi, Jum’at (25/4/2025).
Bahkan Kaesang menegaskan, bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden sudah sesuai dengan konstitusi.
Sementara itu PSI sebagai salah satu partai politik yang mengusung Prabowo-Gibran berharap agar semua pihak dapat melaksanakan aturan main konstitusi tersebut.
“Sekali lagi, semua itu kan sudah sesuai konstitusi”, tegasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 103 Jenderal, 73 Laksamana, 65 Marsekal dan 91 Kolonel purnawirawan TNI ikut menandatangani pernyataan sikap Forum Purnawirawan Prajurit TNI untuk mendesak digantinya Gibran dari jabatan Wakil Presiden RI.
Pernyataan sikap tersebut diketahui berdasarkan dokumen surat yang dibuat oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang telah beredar luas di media sosial. Dimana dalam dokumen yang beredar itu terdapat delapan point usulan.
Sementara salah satu usulan yang paling kontroversial yaitu point desakan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) agar mencopot Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI.
Selain itu ada usulan yang tak kalah kontroversial yaitu tuntutan agar Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 versi asli, yang mereka anggap sebagai pondasi hukum dan pemerintahan yang murni dan tidak tercemar oleh kepentingan politik.(H.A)